Menggugat PP No.13/2022 yang Inkonstitusional
Jakarta (Maritimnews) – Baru-baru ini Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia. Selintas PP tersebut merupakan solusi dari kisruhnya penegakan hukum di laut selama ini.
Namun ternyata PP itu menyimpan segudang permasalahan pelik. Menurut pengamat maritim Laksda TNI (Purn) Solemen B Ponto, PP tersebut inskonstitusional karena tidak memiliki landasan hukum yang jelas dan bertentangan dengan UUD 1945.
“PP ini bertentangan dengan pasal 5 ayat 2 UUD 45, yang berpotensi menimbulkan kegaduhan politik. Karena pasal 5 ayat 2 berbunyi Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk mejalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Artinya harus ada undang-undang yang dijalankan oleh PP,” kata Ponto biasa disapa kepada Maritimnews.com, Selasa (22/3).
Berdasarkan kolom “Menimbang” PP tersebut, sambung Ponto, dijelaskan huruf c tertulis pasal 13 ayat (2) huruf c, Pasal 62 huruf a, huruf c dan pasal 63 ayat 1 huruf c UU 32/2014 tentang Kelautan.
“Nah, setelah dilihat ternyata Pasal 13 ayat 2 huruf c UU Kelautan yang berbunyi pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut berada dalam Bab V yang mengatur tentang Pembangunan Kelautan. Dan sangat jelas materi pasal ini tidak berbunyi untuk pembuatan Peraturan Pemerintah,” jelasnya.
Menurut dia, materi pasal yang memerintahkan untuk membuat Peraturan Pemerintah ada di pasal 13 ayat 4 yang berbunyi Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan Pembangunan Kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
“Mengalir dari pasal 13 ayat 4 ini sangat jelas bahwa pasal 13 ayat 2 itu adalah salah satu materi yang akan diatur pada Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Pembangunan Kelautan bukan pada Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Keselamatan dan Penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi,” tegasnya.
Mantan Kabais TNI itu selanjutnya merujuk pada materi pasal 62 huruf a yang berbunyi Menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia”. Sedangkan huruf c selengkapnya berbunyi “melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
“Lalu materi pasal 63 ayat 1 huruf c berbunyi mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Mengalir dari materi pasal 62 hurf a dan c serta pasal 63 ayat 1 huruf c, mangat terlihat bahwa tidak ada satupun yang memerintahkan untuk pembuatan Peraturan Pemerintah,” tegasnya lagi.
Pasal 62 dan 63 serta 67 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, tata kerja dan personal Badan Keamanan Laut selanjutnya diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). Berdasarkan perintah pasal 67 inilah kemudian lahir Peraturan Presiden Nomor 178 tahun 2014 tentang Bakamla.
“Jadi sangat jelas terbukti bahwa tidak perintah UU kelautan untuk membuat PP tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia. Maka menurut Konstitus, pasal 5 ayat 2 UUD 45, bahwa Peraturan Pemerintah itu dibuat oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya, akan tetapi yang terjadi adalah Presiden membuat Peraturan Pemerintah tidak untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Apakah hal ini dapat dibenarkan,” tandasnya. (*)