Tanggapi Krisis Korea, Pakar Pertahanan Nasional Sarankan Penguatan Diplomasi
MN, Depok – Kawasan semenajung Korea kembali memanas dalam beberpa waktu terakhir ini. Penyebabnya adalah Korea Utara yang belakangan ini semakin memperkuat aktifitas nuklirnya. Intensitas uji coba rudal yang semakin sering dilakukan oleh Korut, membuat negara-negara terdekat mereka (Korea Selatan dan Jepang) beserta Amerika Serikat memerlihatkan kewaspadaan tingkat tinggi pada saat ini.
Hal ini diperparah dengan keluarnya berbagai pernyataan dari Gedung Putih, baik pernyataan resmi Lembaga Kepresidenan AS amaupun pernyataan yang terkesan bersifat pribadi keluar dari mulut Donald Trump yang boleh jadi menambah tingkat ketegangan saat ini.
Indonesia memang tidak pernah berkonflik dengan Korea Utara, bahkan Indonesia memiliki arti tersendiri bagi Korea Utara. Bunga Nasional Korea Utara, Kimilsungia merupakan pemberian Bung Karno sebagai hadiah ulang tahhun Kim Il Sung dan mendapat apresiasi besar dari negara penganut ideologi Juche tersebut, di mana setiap tahunnya diadakan peringatan penyerahan bunga tersebut di mana Indonesia merupakan satu-satunya negara yang diperkenankan dengan memberikan sambutan dalam peringatan tersebut.
Meski tidak dalam kondisi berkonflik dengan Korea Utara serta melihat sejarah kemesraan di antara kedua negara yang cukup lama terjalin, tidak serta merta menghilangkan potensi Indonesia sebagai negara yang kemungkinan terkena dampak dari situasi ini.
Dengan kondisi pertahanan udara kita yang belum maksimal, ditambah dengan situasi di kawasan tersebut yang semakin panas, potensi Indonesia terkena dampak semakin besar.Di sinilah kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi perdamaian dunia dituntut berperan lebih dalam menyikapi hal ini. Bukan hanya untuk kepentingan global, namun juga dikarenakan potensi kita sebagai negara yang terkena dampak dari situasi ini.
Menyadari berbagai potensi permasalahan tersebut, Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, bekerjasama dengan Universitas Pertahanan Indonesia, menyelenggarakan acara Seminar Nasional “Diplomasi Pertahanan Republik Indonesian Menanggapi Krisis Di Semenanjung Korea” pada Selasa (19/12)
Seminar tersebut menghadirkan pembicara meliputi Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri, Republik Indonesia, Desra Percaya, Ph.D., Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan, Laksda TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., D.E.S.D., serta Pengajar Senior Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Edy Prasetyono, Ph.D. Seminar ini juga menghadirkan Pengajar dan Sekretaris Program Pascasarjana Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Ali Abdullah Wibisono, Ph.D. sebagai moderator.
Melihat posisi Indonesia sebagai negara yang mengandalkan peran diplomasinya, serta sebagai salah satu negara Asia Pasifik yang akan dirugikan dengan perbesaran skala konflik di Semenanjung Korea yang dapat mencapai Asia Tenggara, Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan Amarulla Octavian menyebutkan bahwa untuk mencegah perang terbuka, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menghidupkan kembali six-party talks, di mana Indonesia dapat berperan mendiplomasikan aktivitas militer terbatas yang bersifat defensif dari negara-negara di sekitar Semenanjung Korea.
Di sisi lain Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Desra Percaya, Ph.D menegaskan pentingnya cara-cara terkait dialog confidence building measures yang menunjukkan maksud untuk berusaha mengerti masalah dan kekhawatiran utama yang dimiliki oleh Korea Utara.
Eskalasi situasi di Semenanjung Korea membuka kemungkinan terjadinya konfrontasi dengan skala yang serius, terutama dengan keberadaan senjata nuklir sebagai salah satu instrumen konflik. Korea Utara, di satu sisi, merupakan negara yang berkonsentrasi pada keselamatan rezim dan negaranya. Terkucil secara diplomatis, senjata nuklir menjadi pilihan Korea Utara untuk mencegah dan menggetarkan negara-negara lain yang menginginkan kejatuhan rezimnya. Sejak Donald Trump menjabat sebagai Presiden, Amerika Serikat secara penuh melakukan konfrontasi terhadap tindak-tanduk yang dilakukan oleh rezim Kim Jong-Un.




















