APMI: Perlu Menhub yang Bervisi Maritim
MN, Jakarta – Pasca tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Senin (18/6) lalu, segudang pertanyaan dan kritikan menaglir deras pada kinerja Kementerian Perhubungan terutama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla). Pasalnya, kejadian serupa terkait dengan implementasi keselamatan pelayaran yang buruk terus terjadi.
Menanggapi hal itu, beberapa kalangan meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk mengundurkan diri dari jabatannya, atau demi tegaknya Poros Maritim Dunia, presiden perlu me-reshuffle yang bersangkutan dengan sosok yang lebih mengerti dengan aspek kemaritiman.
Para penggiat dan pengamat maritim sepakat sosok yang yang memimpin Menhub harus berasal dari kalangan maritim. Hal itu untuk membenahi karut marut dunia pelayaran nasional yang dari tahun ke tahun tak kunjung membaik.
“Terkait perhubungan hal yang mendasar adalah kedisiplinan dan kepatuhan,di semua bidang transportasi,” ujar ketua Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI) Renaldi bahri Tambunan melalui pesan singkatnya yang diterima redaksi, Sabtu, (23/6).
Menurut lulusan Kelautan Undip itu, sosok Marsetio memiliki kemampuan dalam mengatasi sistem teknis maupun birokrasi dalam tata kelola transportasi nasional terutama transportasi laut (air) yang di dalamnya menekankan aspek keselamatan pelayaran.
Dunia pelayaran bisa dibilang sebagai inti dari terwujudnya visi Poros Maritim Dunia. Pelayaran yang baik akan membuktikan bahwa Indonesia benar-benar negara yang concern terhadap visi maritim. Namun sebaliknya, pelayaran yang buruk akan membawa ketidakpastian dalam komitmen pemerintah membangun tata kelola maritim yang baik.
“Pembantu presiden dalam hal ini Menteri Perhubungan tentu juga harus bervisi maritim supaya Poros Maritim Dunia ini bisa terwujud,” bebernya.
Lulusan AAL tahun 1981 yang telah mengeluarkan buku Sea Power Indonesia itu sudah tidak diragukan lagi dalam konsep pembangunan maritimnya terutama dalam sisi pelayaran. Dalam bukunya itu juga dijabarkan soal pembangunan tata kelola pelayaran yang baik untuk mendukung kemajuan negara maritim.
Bahkan Renaldi menyatakan posisi Dirjen Hubla juga perlu diganti dengan sosok yang lebih berkompeten.
“Menurut saya Dirjen Hubla juga wajib diganti, setelah bertubi-tubi kejadian di laut terus terjadi dan terjadi,” tegasnya.
Sosok yang tepat, menurutnya ialah Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi. Track record-nya sebagai pengamat sekaligus pengajar di bidang maritim membuatnya dianggap tepat sebagai Dirjen Hubla yang lebih teknis mengurusi masalah perhubungan laut.
Soal pengelolaan Danau Toba, Renaldi mengimbau agar pemerintah segera mengintegrasikan Badan Otorita Danau Toba. “Tujuannya untuk lebih baik lagi pengelolaannya termasuk urusan transportasinya,” pungkas Alumni Lemhanas Pemuda Angkatan Ketiga tersebut. (hsn)