Refleksi 77 Tahun TNI, Sinergi dan Integrasi Nasional Sebuah Keniscayaan
Oleh Dr. Rasminto*
Hari ini tepat 77 tahun yang lalu, lahir Tentara Nasional yang terbangun atas kemanunggalan dengan rakyat, berkaca pada perjalanan sejarah bangsa. Perang kemerdekaan Republik Indonesia menjadi batu ujian dan pembelajaran sangat berharga kepada kita sebagai sebuah bangsa, dimana pada setiap Palagan kita dapat unggul dan memenangkannya dengan militansi perjuangan militer Indonesia dan dukungan segenap rakyat Indonesia.
Refleksi perjalanan panjang sebagai sebuah bangsa, Indonesia telah melampaui sejarah perjalanan panjangnya. Indonesia juga merupakan negara yang melimpah kekayaan sumberdaya alamnya, namun kita perlu refleksikan bahwa dalam sejarah perjalanannya kita mengalami kutukan sumberdaya atau “paradox of plenty” yang menjadi rebutan oleh negara-negara agresor akan kekayaan sumberdaya di bumi Indonesia.
Akibatnya, kita sebagai sebuah bangsa dan negara mengalami penderitaan berupa konflik dalam negeri maupun penjajahan yang panjang. Sehingga, pengalaman masa lalu diperlukan kebijaksanaan berupa perumusan kebijakan politik dan ekonomi jangka panjang dalam pengelolaan negara dengan good governance dan kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa guna terbangun stabilitas politik yang kondusif dan kemakmuran rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kini, Indonesia sebagai negara berdaulat, namun memiliki berbagai ancaman potensial dan persaingan dalam berbagai sektor. Sehingga, kondisi ini harus dirumuskan dengan pikiran dan hati jernih dalam bernegara. Sebab, dengan hanya mengandalkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri, tentunya tidak akan mampu dalam menghadapi musuh apabila terjadi perang terbuka. Maka sangat diperlukan strategi perlawanan kesemestaan, yang meliputi pembangunan SDM TNI professional, Alutsista modern dan adaptif untuk melaksanakan perlawanan dan menjaga kedaulatan bersama kemanunggalan dengan rakyat. Selain itu, diperlukan sinergi seluruh matra dan komponen pertahanan negara dalam membangun kesiapan wilayah dalam menjaga kedaulatan negara.
Tantangan Indonesia saat ini berdasarkan pengalaman masa lalu dan perkembangan global saat ini begitu kompleks, yakni ancaman yang mungkin terjadi di Indonesia adalah berupa proxy war melalui Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer dan pertahanan (Ipoleksosbud Milhan). Dan ancaman yang paling berbahaya bagi Indonesia yaitu adu domba yang mengakibatkan perpecahan, karena keragaman etnis dan budaya dapat dijadikan ruang eksploitasi oleh musuh untuk memecah belah melalui perang informasi. Pengalaman kita sebagai bangsa betapa mengajarkan pelajaran pahit dijajah oleh bangsa asing dahulu karena politik adu domba atau “devide et impera”. Maka, kata kunci dalam menghadapi ancaman tersebut dengan senantiasa kita mawas diri dan perkuat persatuan serta kesatuan sebagai sebuah bangsa.
Selain itu, berdasarkan lingkungan strategis (lingstra) menunjukan bahwa konstelasi spektrum ancaman yang semakin kompleks dan multidimensional. Dimana ancaman tidak lagi berupa ancaman militer konvesional, namun juga adanya ancaman nir militer dengan pengaruh letak geografis kita berada pada posisi “ring of fire” yang memungkinkan potensi ancaman bencana alam. Juga adanya potensi ancaman perang hibrida berupa perpaduan perang konvensional, perang ireguler dan perang siber, dengan salah satu ciri metodenya berupa berita palsu atau “hoaks” yang sangat mengkhawatirkan, terlebih Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi Pemilu serentak tahun 2024.
Merujuk pada riset Anissa Rahmadhany, Anggi Aldila Safitri, dan Irwansyah (2021) bahwa berita atau informasi hoaks yang paling banyak adalah Sosial Politik sebanyak 93.20%, lalu isu soal SARA sebanyak 76.20%, dan isu pemerintahan sebanyak 61.70%. Tentunya riset ini membuktikan bahwa sangat rentan sekali isu-isu politik, SARA dan pemerintahan dieksploitasi sebagai ancaman persatuan dan kesatuan kita sebagai sebuah bangsa berdaulat.
Sehingga, pada HUT TNI ke 77 tahun 2022 ini, segenap keluarga besar TNI perlu merefleksikan diri dengan menyiapkan langkah-langkah strategis dalam menghadapi kompleksitas ancaman tersebut dengan adaptif, fleksibel, modern dan tangguh dengan pembangunan postur Perwira TNI yang highly prepared, highly trained, highly equipped dan highly supported . Sebab, berbicara kekuatan militer regional ASEAN, ranking kekuatan militer Indonesia berdasarkan data Global Fire Power (2022) berada di ranking 15 dunia.
Hal ini menegaskan posisi militer Indonesia terbaik di Kawasan ASEAN. Namun, jika merujuk pada kekuatan Alutsista TNI kita berupa Tank dan kendaraan lapis baja milik TNI dibandingkan dengan Vietnam jauh tertinggal dari segi jumlah. Begitu juga Meriam Tarik TNI kalah jumlah dari milik Angkatan Bersenjata Myanmar.
Ketika kita berbicara politik pertahanan, seharusnya sudah terbangun soliditas yang kokoh antar komponen TNI dengan rakyat. Sebab sangat berpengaruh terhadap dukungan regulasi dan komitmen pembangunan pertahanan negara. Kita lihat APBN Amerika Serikat sebesar 24% merupakan anggaran pertahanan negara termasuk untuk riset dan industri pertahanan. Begitu juga Uni Eropa sebesar 20% anggaranya dialokasikan untuk pertahanan. Sehingga tidak ada kata lain, selain TNI harus membangun soliditas dan solidaritas kemanunggalan TNI dengan rakyat, termasuk tidak ada lagi kita harapkan adanya friksi-friksi maupun konflik terjadi antara TNI dengan rakyat.
Sebab akan muncul pertanyaan pada rakyat, yakni apakah pembangunan pertahanan sia-sia? dan apakah kontribusinya untuk kemakmuran? Tentunya ini menjadi kerja keras kita bersama dalam membangun pemahaman yang komprehensif dan holistik dalam menjawab pertanyaan tersebut, sehingga tidak dibenturkan pada sebuah dilema ketika berbicara pertahanan versus kesejateraan.
Membangun militer yang kuat dimulai dengan misi untuk berperang dan memenangkan perang, namun misi tersebut tidak berakhir di situ. Seperti yang digambarkan oleh Theodore Roosevelt Presiden Amerika Serikat ke 26 bahwa para pemimpin Amerika telah lama menghargai militer yang tangguh dapat menghasilkan keuntungan diplomatik dan ekonomiyang melimpah, bahkan ketika tidak digunakan di masa perang. Kemampuan militer Amerika Serikat mendukung kebangkitan bangsa Amerika Serikat menuju kejayaan global. Selain itu, tokoh militer legendaris Indonesia, Jenderal Oerip Soemohardjo selaku pimpinan TNI AD masa awal kemerdekaan pernah berkata “Aneh…negara zonder tentara,” hal tersebut diucapkan saat pemerintah Indonesia belum kunjung memiliki militer meski kemerdekaannya terancam. Akhirnya, Indonesia, seperti banyak negara lain di dunia, memiliki angkatan bersenjata yang tugas utamanya adalah menjaga kedaulatan negara.
Persoalan lainnya yakni adanya kontra sosial dengan timbulnya resistensi penolakan publik. Sehingga diperlukan solusi nasional melalui hukum dan konstitusi dalam menjamin hak seluruh rakyat Indonesia dan menjamin kepastian hukum dan konstusi setiap warga negara. Selain itu, solusi internal dengan adanya roadmap pengembangan pertahanan dan konsep strategi perang di era yang semakin cepat berkembang dan modern.
Berdasarkan kondisi geografis, menunjukan bahwasanya Indonesia sebagai negara kepulauan dibangun berdasarkan konsep kesatuan antara kepulauan dan perairan yang berhubungan. Laut harus dijadikan sebagai perekat kesatuan bukan sebagai elemen pemisah. Sehingga menjadi manifestasi politik konsepsi nasional sebagai pertahanan negara kepulauan sejak era kebangkitan nasional tahun 1908. Sehingga, Indonesia sudah harus memikirkan jauh ke depan pembangunan kekuatan matra Laut sebagai benteng pertahanan kedaulatan negara yang kokoh. Selain itu, sejarah telah menjadikan pengalaman dan mengajarkan kepada kita, bahwa kemanunggalan dengan rakyat merupakan sebagai senjata ampuh yang dahsyat dalam implementasi Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta).
Mewujudkan Kemanunggalan TNI dengan rakyat tidak bisa dilakukan secara “instan” namun harus “konstan” dipersiapkan secara dini agar senantiasa terpelihara semangat belanegara, kesiapan Sumberdaya Manusia, Sumberdaya Alam dan buatan maupun komponen lainnya yang tercakup dalam bagian Sishanta. Salah satu cara untuk mewujudkan Kemanunggalan TNI-Rakyat adalah dengan kegiatan Pembinaan Teritorial yang konsisten dan keberlanjutan, bukan hanya sekedar program dalam memenuhi kewajiban administrasi belaka, namun pembangunan kemanunggalan rakyat secara esensial yang dibutuhkan. Pangkat dan jabatan bukanlah ukuran pengabdian prajurit TNI. Namun, ketulusan dan keikhlasan menjadi modal utama pengabdian kepada bangsa dan Negara.
Sehingga, sangat diperlukan sinergi pembangunan komponen pertahanan secara nasional. Sebab, selama ini prioritas masih pada pembangunan Komponen Utama. Idealnya perlu pembangunan Komponen Cadangan sebagai penentu deterrent effect dan pembangunan Komponen Pendukung dalam mendorong kemajuan strategis sebagai sebuah bangsa yang tangguh.
Faktanya apakah sudah terbangun sinergi ini? Ternyata Indonesia belum siap mengadopsi sistem ekonomi modern yang mengintegrasikan elemen pertahanan dalam berbagai aspek kehidupan. Semoga pada hari ulang tahun TNI ke 77 tahun 2022, tercurah harapan besar pada Presiden Republik Indonesia 2024 yang terpilih dapat membangun sinergi dan integrasi kekuatan pertahanan nasional dalam berbagai aspek kehidupan yang menghantarkan Indonesia menjadi negara adil, Makmur dan Sentosa. Dirgahayu TNI ke 77!!!
*Penulis adalah Direktur Eksekutif Human Studies Institute.