Audiensi dengan KKP, Relawan Ampera Bersama Nelayan Soroti Kebijakan Penerapan VMS, Zonasi Tangkap, dan BBM 1 Harga
MN, Jakarta – Relawan Angkatan Muda Prabowo (Ampera) mengadakan audiensi dengan Direktorat Perizinan dan Kenelayanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kamis (16/2).
Audiensi yang ditanggapi langsung oleh Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Ukon Ahmad Furqon dan Tenaga Ahli Menteri Kelautan dan Perikaanan Mohamad Abdi Suhufan ini, menyoroti beberapa masalah krusial yang tengah mendera para nelayan belakangan ini, seperti kebijakan penerapan Vessel Management System (VMS), kebijakan zonasi area tangkap bagi para nelayan, hingga kebijakan BBM satu harga yang dirasa belum menyentuh para nelayan.
Ketua Umum Relawan Ampera Makbul Ramadhani menjelaskan bahwa audiensi ini bertujuan merangsang publik, khususnya nelayan, untuk aktif terlibat dalam perumusan arah kebijakan yang akan berimbas kepada mereka.
“Kami mengharapkan partisipasi publik dalam hal rumusan kebijakan yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan. Utamanya nelayan itu bisa dilibatkan secara optimal, agar kebijakan dan juga rumusan kebijakan kebijakan tersebut betul-betul mendengarkan aspirasi dari para nelayan itu sendiri,” ungkapnya.
Masalah pertama disoroti dalam audiensi ini ialah penerapan Vessel Management System (VMS) yang dirasa sangat memberatkan para nelayan, khususnya nelayan tradisional yang mayoritas secara ekonomi masih jauh dari layak. Harga unit VMS yang berada kisaran enam juta sampai dengan sepuluh juta rupiah per unitnya, merupakan beban bagi pendapatan mereka yang dalam musim-musim tertentu bisa tidak ada sama sekali.
“Ini masih ditambah dengan biaya mengudara unit tersebut yang berada pada kisaran enam juta hingga delapan juta rupiah per unitnya yang berlaku satu tahun. Sehingga apabila ditotal, tahun pertama saja para nelayan ini harus mengeluarkan biaya sekitar lima belas hingga enam belas juta rupiah”, jelas Alumni Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan tersebut.
Lebih lanjut, Makbul mengungkapan bahwa sejatinya pemerintah melalui KKP telah mencoba mencari jalan untuk meringankan beban yang harus ditanggung para nelayan akibat dari kebijakan ini. Contohnya dengan keberhasilan meminta penurunan harga unit VMS tersebut yang cukup signifikan serta sedang melakukan kajian dengan intansi terkait agar penyediaan alat ini bisa ditopang pembiayaan oleh lembaga penyedia jasa keuangan seperti perbankan.
“Setelah kami soroti soal VMS, Kementerian Keluatan dan Peringkatan sudah menyampaikan bahwa sudah terjadi penurunan harga VMS dan yang berikutnya, pemerintah juga sedang melakukan kajian terkait dengan proses pembiayaan yang bisa mengurangi beban pelayanan,” lanjutnya.
Relawan Ampera bersama perwakilan nelayan yang hadir dalam audiensi ini juga menyoroti kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) oleh pemerintah yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat, khususnya para nelayan kecil dan menengah. Masalah utama dalam kebijakan ini ialah dibatasinya akses para nelayan dalam sistem zonasi dan akses laut dengan wilayah tangkapan hanya sampai 12 mil. Hal ini tentu saja dianggap memberatkan bagi para nelayan tersebut di mana jarak tersebut tentu saja tidak cukup untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan kecil.
“Bahkan di beberapa daerah nelayannya sudah tidak mungkin lagi mengharapkan ada hasil tangkapan dalam jarak 12 mil itu,” tambah pria yang juga menjabat sebagai Direktur Marin Nusantara ini.
Menanggapi kekhawatiran ini, Direktur Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Ukon Ahmad Furqon menekankan bahwa kebijakan ini tidak dipukul rata kepada semua pelaku usaha perikanan tangkap di negeri ini. Seusai dengan Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2021, nelayan tradisional ini sendiri tidak akan dikenakan kebijakan PIT ini. Hal
“Kalau kita membaca di PP 11, yang wajib memasang VMS ini ialah pelaku usaha yang memiliki izin pusat dan daerah. Berarti dikecualikan nelayan kecil,” uangkapnya.
Nelayan kecil ini betul-betul bebas dari apapun. Jadi tidak dipungut PNBP, tidak dipungut retribusi, tidak perlu memasang VMS, kemudian daerah penangkapan ikannya bisa di mana saja. Jadi kalau yang berizin pusat dan daerah itu kan ada DPI-nya, kalau nelayan kecil bisa ke kiri bisa ke kanan bisa ke atas, kira-kira seperti itu,” tutupnya.