Pengamat: Bakamla harus Melebur jadi Penjaga Laut dan Pantai
MNOL, Jakarta – Polemik berdirinya Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI kembali dipertanyakan pasca terkena kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK beberapa waktu lalu. Banyak pengamat yang menyarankan perlunya penguatan hukum terhadap instansi bermotto ‘Raksamahiva Camudresu Nusantarasya’ tersebut.
Pengamat maritim sekaligus mantan Kepala BAIS, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengungkapkan argumennya soal pengatan Bakamla untuk melihat kembali dasar hukumnya. Menurutnya, Bakamla yang didasari oleh undang-undang kelautan masih memiliki banyak celah yang boleh jadi dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk bertindak korupsi.
“Undang-undang kelautan itu masih bermasalah belum lagi tidak ada PP (Peraturan Pemerintah-red) terkait Bakamla,” ungkap Ponto biasa akrab disapa.
Ia merujuk kembali kepada Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengamanatkan ada institusi bernama Penjaga Laut dan Pantai layaknya lembaga Coast Guard yang diakui oleh hukum internasional.
Lulusan AAL tahun 1978 ini juga tidak ingin bila Bakamla lemah atau bahkan dibubarkan. Ia lebih senang menyebutnya dengan penguatan Bakamla untuk menjadi Penjaga Laut dan Pantai Indonesia di mana hasil peleburan dengan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) yang kini berada di bawah Ditjen Perhubungan Laut.
“Siapa bilang Bakamla harus dibubarkan, tidak ini justru penguatan terhadap Bakamla agar dia Penjaga Laut dan Pantai. Oleh karena itu, harus diperkuat oleh aturan yang jelas,” tandasnya.
Ia menganggap kalau Bakamla masih seperti ini terus yang ada malah akan menjadi predator baru itu di bidang maritim dan akan menjadi sarang korupsi. Hal itu justru jelas menghancurkan proses penegakan hukum di laut.
Ponto berpendapat bagaimana ingin menegakan hukum di laut bila kita tidak taat dengan amanat undang-undang (UU Pelayaran-red) yang jelas mengamanatkan pembentukan KPLP dengan segala perangkatnya.
“Sedangkan Bakamla tidak ada wewenang untuk memiliki armada dan alut lainnya, lho sekarang justru melakukan pengadaan besar-besaran. Ini kan yang kemudian timbul korupsi,” bebernya.
Selanjutnya, soal Single Agency Multi Task yang kini kerap didengungkan oleh Bakamla, sanggah Ponto itu hanya dimiliki oleh TNI AL bukan badan sipil. Kalau badan sipil seperti Bakamla memiliki wewenang itu jelas menyalahi aturan.
Sambungnya, kalau tidak ada Bakamla tidak ada fungsi yang tidak berjalan, semua berjalan, tetapi kalau ada satu instansi seperti Bea Cukai atau PSDKP yang tidak berjalan maka ada satu fungsi yang tdak berjalan.
“Jadi mau ada atau tidak ada Bakamla semua tetap berjalan,” pungkasnya. (Tan/MN)




















