Published On: Sun, Jun 11th, 2017

Heli ASW Panther AS565 MBE dalam Doktrin ASW TNI AL

Heli ASW Panther AS565 MBE (Foto; Dok Penulis)

Oleh: Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N., MMDS*

Bergabungnya heli ASW Panther ke jajaran TNI AL perlu untuk ditindaklanjuti dengan memutakhirkan doktrin dan konsep peluang kerja sama taktis dengan KRI, utamanya dalam peperangan Anti Submarine Warfare (ASW) yang merupakan fungsi utama dari Panther tersebut. Konsep kerja sama taktis tersebut meliputi komando dan pengendalian (kodal), organisasi tugas, penggunaan taktis, hingga prosedur teknis.

Dalam konsep SSAT, helikopter merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah gugus tugas, sehingga prinsip penggunaan heli Panther mutlak menggunakan jenis BKO integrated support. Tipe BKO integrated support memungkinkan penggunaan kekuatan dan kemampuan Panther secara maksimal oleh Pakotis ataupun Komandan Peperangan AKS. Dalam jenis BKO ini, fungsi TACOM (tactical command) dan TACON (tactical control) dipegang oleh Pakotis yang dapat didelegasikan kepada Komandan Peperangan AKS atau Komandan KRI melalui PWO dan Helo Controller.

Pada level KRI, helikopter dikendalikan oleh Helo Controller dengan beberapa metode pengendalian yang mungkin untuk diterapkan berkaitan dengan kebutuhan misi dan kemampuan alutsista. Secara umum, jenis pengendalian yang bisa dilaksanakan oleh KRI meliputi close, loose, positive, dan advisory control. Dua jenis pengendalian heli yang pertama berkaitan dengan pencapaian misi yang dibebankan, sedangkan positive dan advisory control berhubungan dengan kewenangan terhadap safety heli.

Secara taktis, heli Panther dalam misi ASW mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki oleh KRI jika beroperasi sendiri. Kecepatan reaksi dari helikopter dalam merespons ancaman kapal selam musuh dengan jarak yang cukup jauh yang melebihi jarak jangkau torpedo lawan.

Kemampuan respons ini memberikan keunggulan daya kejut dan keunggulan jarak terhadap ancaman kapal selam musuh sehingga memberikan keamanan lebih terhadap badan utama yang dilindungi. Selain itu, penggunaan helikopter dalam ASW adalah minim risiko dikarenakan sulitnya kapal selam untuk menyerang unsur udara.

Dari keunggulan di atas, Panther dapat digunakan untuk melaksanakan berbagai macam misi ASW, di antaranya adalah area search; screening (pentabiran); investigasi datum, baringan sonar, dan ESM; dan melaksanakan aksi koordinasi dengan kapal atas air ataupun MPA (maritime patrol aircraft). Selain misi pencarian kapal selam, Panther juga dapat digunakan untuk melaksanakan penyerangan dengan berbagai metode penyerangan, baik metode penyerangan mandiri (HOVERTAC dan SELFTAC) maupun coordinated attack yang membutuhkan kerjasama dengan kapal permukaan (VECTAC).

Secara teknis, dipping sonar yang dimiliki Panther digunakan saat hover untuk mendapatkan data kapal selam berupa baringan dan jarak relatif dari posisi helikopter. Teknik pencarian ini mengenal istilah “sonar dip cycle,” yaitu waktu yang diperlukan oleh heli ASW dalam melaksanakan satu siklus pencarian yang meliputi: tiba di titik pencarian, melaksanakan pencarian sonar, selesai pencarian (breaking dip), terbang ke titik pencarian selanjutnya, hingga tiba di titik pencarian berikutnya tersebut.

Secara singkat, dip cycle dapat dihitung dengan cara: jump time + dip time. Waktu dipping sendiri berkisar antara 6-9 menit yang dapat disesuaikan dengan situasi taktis di laut; sedangkan jump time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk terbang dari satu titik pencarian ke titik selanjutnya. Pola pencarian tersebut tentunya dipilih dengan juga mempertimbangkan faktor angin, jarak pandang, kondisi laut, dan jenis pengendalian.

Panther dapat digunakan sebagai salah satu unsur tabir yang biasanya difungsikan sebagai tabir luar (outer screen) yang ditetapkan pada jarak tertentu pada reaction zone. Penempatan seperti ini memungkinkan helikopter untuk melaksanakan pendeteksian dan pukulan pendahuluan terhadap kapal selam musuh sebelum kapal selam tersebut berada pada jarak idealnya untuk melaksanakan penyerangan terhadap High Value Unit (HVU).

Penempatan helikopter-helikopter ASW sebagai unsur tabir luar mampu memberikan tingkat probability of detection hingga 80%, bervariasi tergantung dari PSR (predicted sonar range) dan lebar sektor yang dialokasikan. Tingginya tingkat keyakinan pendeteksian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan heli Panther berkemampuan AKS dalam sebuah gugus tugas akan menambah kemampuan ASW yang telah dimiliki oleh kapal-kapal permukaan.

Berkaitan dengan fungsi penyerangan, Panther mutlak harus dilengkapi dengan torpedo. Helikopter bersenjata ini selain digunakan sekaligus sebagai tabir, dapat juga dijadikan sebagai alert weapon, yaitu heli yang di-standby-kan secara khusus di geladak heli untuk melaksanakan penyerangan terhadap kapal salam sewaktu-waktu.

Perpaduan dengan satuan KRI

Metode penyerangan HOVERTAC dilaksanakan saat helikopter mendapatkan kontak kapal selam dari sonarnya pada jarak jangkau senjatanya. Metode SELFTAC, heli melaksanakan penyerangan setelah breaking dip dan memprediksi posisi duga kapal selam berdasarkan data terakhir yang dimiliki. SELFTAC hanya valid untuk digunakan saat waktu di antara break dip dan peluncuran senjata kurang dari 2 menit atau jika adanya situasi taktis yang mengharuskan dilaksanakannya urgent attack.

Metode terakhir yang dapat dilaksanakan helikopter adalah VECTAC, yaitu helikopter bertindak sebagai attacking unit dan kapal permukaan/MPA sebagai controlling unit. VECTAC ini sendiri terdapat beberapa jenis, yaitu radar VECTAC, reversed radar VECTAC, informative VECTAC, dan visual VECTAC. Kesemua metode penyerangan tersebut membutuhkan latihan dan pemahaman menyeluruh antara para pelaku di laut yang meliputi pengawak KRI maupun pengawak Panther.

Restoring ASW Capabilities

Pembelian heli ASW Panther tentunya secara langsung akan mempengaruhi kekuatan dan kemampuan ASW TNI AL. Strategi pengembangan kekuatan ASW harus dilaksanakan secara komprehensif dan optimal, sehingga kemampuan ASW akan meningkat, baik di KRI, Pesud/heli dan Kapal Selam. Heli ASW Panther memberikan beberapa peningkatan dalam : (1) Reaksi dan fleksibilitas dibanding dengan kapal permukaan; (2) Jarak jangkau aksi ASW akan lebih jauh; (3) Kemampuan deteksi kontak KS meningkat dengan penggunaan dipping sonar; (4) Kemampuan melaksanakan serangan dan pukulan terhadap KS musuh; dan (5) Balancing of Power baik di kawasan Regional maupun Global.

Pengoperasian Heli ASW

Peningkatan kemampuan ASW ini akan sangat langsung dirasakan pada suatu operasi gugus tugas ASW. Namun beberapa resiko dan implikasi juga muncul dan patut dipertimbangkan, antara lain : (1) Tingkat kerentanan (Vulnerability) terhadap rudal anti pesawat (SAM/AAM); (2) Ketergantungan terhadap perlindungan dari kapal dan CAP/DCA; (3) Tanggung jawab kapal permukaan semakin besar; dan (4) Perawatan dan pemeliharaan (Onboard/ Base / Ground Support)

 

**

Penulis menarik kesimpulan berikut dari analisis yang dapat dijadikan persyaratan dan saran untuk heli Panther AS 565 MBe, yaitu:

  1. Dalam misi pencarian dan pengawasan, CN 235 dan CASA PATMAR akan menjadi platform pencarian area utama dan Look Zone, Panther harus dapat memainkan peran penting di zona tengah dan Reaction Zone menggunakan sonar celup aktif berfrekuensi rendah yang modern dan serta mampu menggunakan radar secara efektif dalam mode deteksi periskop, termasuk penggunaan FLIR.
  2. Panther memiliki peran utama dalam kontak ASW jarak dekat.
  3. Panther harus mampu beroperasi dengan multi mission, yaitu ancaman kapal selam dan permukaan secara simultan. Termasuk sebagai heli koordinator Pernika.
  4. Sebagai heli multi misi, Panther harus diperkuat oleh link data yang sangat mumpuni.
  5. Sarana pendukung operasi dan infrastruktur juga harus disiapkan secara bersamaan dan komprehensif.
  6. Peningkatan profesionalisme melalui latihan dan kursus untuk memberikan bekal yang baik untuk pengawak di KRI, Pesud/heli dan kapal selam, dengan tujuan adalah seluruh pengawak mempunyai kompetensi dan sertifikasi yang dapat diakui dan dipertanggung jawabkan.
  7. Untuk mendapatkan kesamaan dan pemahaman yang sinergis dan sama, serta untuk mendapatkan hasil pada tingkat operasional dan taktis yang optimal, perlu dilaksanakan pendidikan / kursus PWO untuk Pilot, Tactical Coordinator (TACO), dan Pwa Kapal Selam bersamaan guna mencapai kesamaan pemahaman dan pertimbangan interoperability.

 

Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N

*Penulis adalah lulusan AAL tahun 1998, saat ini berdinas di Srena Koarmatim

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com