Published On: Sat, Feb 20th, 2021

Ahli Peringatkan Biden Potensi Perang Laut China Selatan Dalam Waktu Dekat

Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden (Foto: Win McNamee/Getty Images)

Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden (Foto: Win McNamee/Getty Images)

MN, Jakarta – Para ahli kebijakan luar negeri memeringatkan Presiden Amerika Serikat (AS) tentang besarnya kemungkinan terjadinya perang di Laut China Selatan (LCS) dalam waktu dekat ini.

Dilansir dari express.co.uk, lembaga think-thank kebijakan internasional Council on Foreign Relation (CFR) melaporkan bahwa krisis yang terjadi di perairan yang dinamai ulang oleh Indonesia menjadi Laut Natuna (LNU) tersebut, sangat mungkin terjadi pada tahun ini, yang ditunjukan dengan semakin agresifnya tindakan China terhadap Taiwan akhir-akhir ini, yang oleh para ahli telah diidentifikasikan sebagai potensi bahaya bagi AS.

Dalam Survei Prioritas Preventif tahunan yang dilakukannya, CFR telah menyoroti potensi risiko perang di Taiwan yang telah meningkat menjadi “konflik tingkat atas”. Sebagai upaya untuk mencegah potensi konflik, Biden telah didesak untuk mengubah dan mengklarifikasi strateginya di area Indo-Pasifik.

“Tujuan strategis AS mengenai Taiwan harus ditujukan untuk mempertahankan otonomi politik dan ekonomi, dinamismenya sebagai masyarakat bebas, serta pencegahan sekutu-sekutu AS tanpa memicu serangan China ke Taiwan,” bunyi laporan yang dirilis oleh CFR.

Di bulan Januari yang lalu, China meningkatkan latihan militer di lokasi yang dekat dengan Taiwan, yang dilakukan dengan melakukan serangan berulang kali ke wilayah udara negara yang diklaim sebagai salah satu propinsi oleh China tersebut, dengan mengerahkan lusinan pesawat pengebom dan jet tempur ke atas Selat Taiwan.

Hal ini senada dengan penjelasan dari Juru Bicara Kementerian Pertahanan China, Wu Qian, yang menegaskan ancamannya terhadap kemerdekaan Taiwan yang sedari puluhan tahun lalu tak pernah diakui oleh China.

“Kami dengan serius memberi tahu pasukan kemerdekaan Taiwan: mereka yang bermain api akan membakar diri mereka sendiri, dan kemerdekaan Taiwan berarti perang,” jelas Wu Qian dikutip dari Express.co.uk.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa aktifitas militer yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat China di Selat Taiwan merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi situasi keamanan saat ini di perairan tersebut serta untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.

“Mereka adalah tanggapan serius atas campur tangan eksternal dan provokasi oleh pasukan ‘kemerdekaan Taiwan’,” tambah Wu Qian.

Melanjutkan pendekatan mantan Presiden Donald Trump ke wilayah tersebut, Biden telah menyatakan bahwa dia mendukung kemerdekaan Taiwan dari China. Dalam panggilan telepon pertamanya dengan Ketua Partai Komunis China Xi Jinping, Presiden AS itu menegaskan komitmennya kepada Taiwan.

“Saya juga berbagi keprihatinan tentang praktik ekonomi Beijing, pelanggaran hak asasi manusia, dan pemaksaan terhadap Taiwan. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan bekerja dengan China jika hal itu menguntungkan rakyat Amerika,” jelas Presiden AS terpilih itu.

Namun, dalam wawancaranya dengan CBS, Biden mengatakan bahwa ia memandang hubungan AS dengan China sebagai salah satu persaingan ekstrim. Meskipun laporan tersebut menurunkan tentang potensi dan risiko konflik di Laut China Selatan, namun para ahli masih memeringatkan bahwa dampak konflik akan tinggi.

Risiko lain yang disorot oleh laporan itu termasuk pengembangan lebih lanjut senjata nuklir atau pengujian rudal balistik Korea Utara, yang memicu ketegangan militer yang meningkat di Semenanjung Korea.

Risiko tingkat satu yang lebih rinci juga termasuk peningkatan kekerasan dan ketidakstabilan politik di Afghanistan, konfrontasi bersenjata antara Iran dan AS, serta serangan dunia maya yang sangat mengganggu pada infrastruktur penting negeri adidaya ini.

Risiko ini muncul setelah kapal perang Angkatan Laut AS berlayar di pulau-pulau yang diklaim oleh China di Laut China Selatan pada minggu ini. Kapal perusak berpeluru kendali USS Russell berlayar dalam jarak 12 mil laut dari Kepulauan Spratly yang hampir semuanya diklaim oleh China sebagai wilayah kedaulatannya.

Juru bicara Armada ke-7 Angkatan Laut AS, Liutenant Joe Keiley, mengatakan bahwa operasi kebebasan navigasi (“FONOP”) ini menjunjung tinggi hak, kebebasan, dan penggunaan yang sah atas laut yang diakui dalam hukum internasional dengan menantang pembatasan yang melanggar hukum pada wilayah tidak bersalah yang diberlakukan oleh China, Vietnam, maupun Taiwan.

l

About the Author

- Redaktur

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com