Published On: Tue, Aug 24th, 2021

Menyusuri Pulau Mupuruka, Surga Udang Nan Indah di Pesisir Mimika

Sungai di Pulau Mupurukan di rerimbunan belantara bakau. Foto: Nelly Marinda. S

 

Mimika (Maritimnews) – Langkahnya tak surut meski ia tak tahu besarnya gelombang yang akan menghadangnya. Tekadnya bulat tatkala suasana itu tak lajim dalam hidupnya. Keringat yang mengucur deras di dahi turun membasahi kemeja putih yang dikenakannya, menandakan suhu itu sudah tak bersahabat dengannya.

Tapi semua ketidaknyamanan itu tak dihiraukan dan tantangan itu harus dilaluinya hingga sampai tujuan. Dia adalah Sulaksono, pria berdarah Jawa Tengah kelahiran Biak 39 tahun silam, tengah merangkak pasti menggali potensi Pulau Mupuruka – sebuah pulau indah di perairan Mimika, Papua yang menyimpan sejuta pesona baik keindahan alam maupun budaya masyarakatnya.

Terik matahari mulai membakar kulit sawo matangnya, meski jam di tangan baru menunjukkan pukul  11.00 WIT. Namun suhu udara hampir mendekati 40 derajat celsius. Panas menyengat itu bukan hanya dari atas yang langsung memapar ke tubuh, tapi juga pantulan terik dari hamparan pasir dan bebatuan di sekitar Pelabuhan Poumako. Itu yang makin membuat suasana begitu sempurna panasnya.

Serasa masuk dalam alat pemanggang yang isinya hampir matang, begitu gambaran sengatan matahari turut membakar semangat yang makin berkobar. Pipinya kemerahan, sesekali tangan lembutnya mengusap butiran keringat yang mengalir dari kepala ke keningnya, tapi ia masih bisa tersenyum dan mengayuh langkahnya hingga masuk ke perahu yang akan membawanya menuju Pulau Mupuruka. Pulau yang diyakini sebagai surga udang di ujung barat tengah Kabupaten Mimika.

Perubahan iklim akhir–akhir ini memang makin ekstrem, sebentar begitu terik, namun tiba tiba bisa juga langsung berganti dengan hujan deras yang semalaman tidak berhenti. Cuaca itu tak membuat niat untuk menyusuri pulau yang masih asing di telinga Nono – biasa disapa. Kalau beberapa pulau di sekitar Mupuruka, sudah ada yang disambanginya dan beberapa diantaranya juga sudah sering didengar. Akan tetapi nama Mupuruka serasa memiliki magnet tersendiri bagi jebolan Universitas Pelita Harapan tersebut.

Kapal  viber kecepatan sedang meluncur menuju tujuan, kapal dengan kapasitas muatan ideal 1 ton atau untuk orang 12-15 orang itu melewati beberapa desa yang sudah akrab di telinga Nono seperti Desa Kampus Biru, Atuka, Ekwa, Ipaya dan Pulau Ngawer. Setelah 6 jam perjalanan melewati gelombang laut, sesekali menyusuri sungai.

Tepat Sabtu sore (21/8/2021) pukul 17.00 waktu Mupuruka, kapal yang membawa pria bertubuh tambun tersebut pun sandar di jembatan penghubung antara sungai dan pemukiman warga. Sengat matahari mulai hilang, perlahan menuju peraduan, namun rasa hangat tetap ada, lewat pantulan pasir yang mengelilingi pemukiman di Mupuruka.

Kehangatan lain datang dari masyarakat yang melihat sosok bersahaja tersebut. Mereka melangkah tegap melewati jembatan yang agak reyot dan tiang jembatan yang sudah mulai bergoyang. Jika tak cermat melangkah bisa saja kaki jeblos ke air karena beberapa papan jembatan sudah hilang.

Mulai dari anak kecil sampai orang tua dengan sigap membantu  membawa semua barang bawaan Nono dan tim. Spontan, mama-mama (sebutan untuk ibu-ibu di desa tersebut) menyuguhkan tarian khas masyarakat lokal, sebagai pengganti ucapan selamat datang baik dari tokoh adat dan masyarakat.

Sambutan mendadak yang berkesan, kesederhanaan namun sangat bermakna karena kehadiran Nono dan tim di Mupuruka yang sifatnya blusukan – tidak ada informasi ke tokoh atau masyarakat akan hadirnya sosok pengusaha muda, menyambangi kampung tersebut.

Masyarakat berbagi tugas, yang membawa barang berjalan, yang menari tetap menyambut dengan tarian. Sementara jumlah masyarakat yang turun makin banyak dan membludak. Dari 250 penduduk keseluruhan hanya bayi dan orang tua yang tak kuat berdiri yang tak ikut menari. Sambutan yang luar biasa, suara riuh dari warga yang melihat hadirnya tamu, membuat Nono dan tim merasa tersanjung. Tak menyangka ada sambutan spontan yang sekeren itu.

”Sambutan yang luar biasa, meski mereka belum tahu siapa kita. Siapa pun tamu yang datang dihormati dan disambut sebegitu hangat dengan tarian sederhana, tapi saya sangat berkesan dan saya merasa tersanjung, dan bangga disambut begitu,’’ ujar bungsu dari tiga bersaudara itu.

Wajah lelah selama dalam perjalanan sirna tatkala Nono mengikuti gerakan tarian simple yang dipertontonkan oleh masyarakat, riuh suara gembira dari gerbang selamat datang diarak sampai rumah kepala desa. Sebelum dipersilakan untuk masuk di rumah panggung yang menjadi ciri rumah rumah di desa tersebut, Nono dan tim diajak kembali menari seraya berlari kecil, berputar sebanyak tiga kali di depan rumah kepala desa.

Sulaksono (kanan) bersama Kepala Desa di Pulau Mupuruka.

Setelah puas ikut dalam kegembiraan masyarakat, Nono dan tim pun dipersilakan duduk di kursi yang dipersiapkan seketika itu juga. Seraya berkenalan dengan sekretaris desa, keluarga kepala desa dan perangkat desa lainnya, karena kepala desa setempat baru wafat 38 hari yang lalu.

Malam hari, masyarakat kembali berkumpul untuk berkenalan lebih dekat, apa maksud dan tujuan sang tamu menyambangi desa yang berada di tengah belantara tersebut. Dengan santun Nono menjabarkan keinginannya untuk maju bersama masyarakat, menggali potensi sumber daya alam alam laut Mupuruka, untuk kesejahteraan bersama.

“Kami datang untuk bekerja bareng. Bapak dan ibu di sisi hulu, kami mencoba dari hilirnya,” ucap pria mudah senyum itu.

Setelah memberikan penjelasan panjang lebar, masyarakat pun sepakat mau dibina untuk tumbuh bersama, pertemuan singkat yang begitu akrab dan bisa saling memahami. Semoga berjalan seperti yang diharapkan, untuk memberikan kehidupan yang lebih layak di Mupuruka seperti cita-cita mulia Sulaksono.

Dia juga dengan sabar mendengarkan berbagai keluhan masyarakat setempat yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Mulai dari kesulitan mendapat bahan bakarnya, mahalnya es batu, dan rendanya harga tangkapan mereka.

Setelah saling bicara, sepakat kerja sama terjalin, untuk menumbuhkan perekonomian di wilayah lumbung udang di ujung Barat Mimika. Sebelum kembali ke Timika, pada kesempatan itu Nono dan tim menjajal jaring yang dibagikan ke nelayan. Alhasil, mengejutkan, udang dengan ukuran yang dibutuhkan terjaring,

Nono pun tersenyum bahagia, karena apa yang ada di benaknya terealisasi di lapangan. Kali ini, Nono dan tim mencoba menjaring menurunkan jaring ketiga kalinya ke laut. Hasil jaring yang hanya uji coba 1 jam, bisa disimpulkan, udang di laut sudah siap panen.

“Dari ukuran udang sudah saatnya panen, seharusnya udang Mupuruka tidak bergantung musim. Kita pastikan nelayan bisa menangkap terus. Karena ada hutan bakau,” harapnya penuh optimistis.

Selepas makan siang, Nono dan tim berpamitan pulang. Mereka diantar oleh tokoh masyarakat hingga dilepas pulang sampai dermaga. Air mata bahagia melepas kepulangan, seraya berharap segera kembali untuk merealisasikan semua program yang sudah dibahas dan direncanakan dengan masyarakat. (*)

 

*Catatan perjalanan Jurnalis Maritim Senior Nelly Marinda Situmorang di Mimika, Papua

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

alterntif text
Connect with us on social networks
Recommend on Google
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com