Protes Kewajiban Pemasangan VMS, Nelayan Lombok Timur Geruduk DPRD NTB
MN, Lombok – Sejumlah nelayan menggelar demonstrasi menolak kebijakan penerapan Vessel Management System (VMS) di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusatengara Barat (NTB), Kamis (16/1).
Para nelayan kecil yang berasal dari Lombok Timur ini menolak kewajiban pemasangan VMS di kapal – kapal mereka dikarenakan berpotensi memberatkan kondisi keuangan mereka, di mana harga per unit alat VMS ini dianggap masih terlalu mahal untuk mereka.
Sebagai informasi, harga alat VMS ini per unitnya berkisar antara Rp. 5 juta s.d Rp. 10 juta rupiah. Ini belum termasuk biaya mengudara dengan kisaran harga yang sama per tahun, yang bila ditotal, akumulasi biaya yang harus dikeluarkan oleh para nelayan tersebut, berkisar antara Rp. 14 juta hingga Rp. 16 juta rupiah. Jumlah tersebut tentu saja dirasa berat oleh mayoritas nelayan yang pendapatannya masih tergolong minim dan sangat tidak stabil.
Ketua Forum Nelayan Lombok (Fornel), Rusdi Ariobo mengungkapkan bahwa seluruh nelayan di Lombok Timur menolak pemasangan alat VMS pada kapal nelayan. Pasalnya, biaya pemasangan dan operasional VMS relatif mahal dan memberatkan nelayan kecil, serta pemasangan alat VMS ini lebih relevan untuk kapal besar.
“Sementara kapal nelayan kecil tidak memiliki potensi pelanggaran yang signifikan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Rusdi menjelaskan bahwa penggunaan alat VMS sering mengalami gangguan teknis dan menghambat kegiatan operasional nelayan. Sebab itu, pihaknya meminta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMENKP/2015, tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) untuk dicabut.
Ia pun kembali mendesak dicabutnya kewajiban pemasangan VMS untuk kapal kecil dan diganti dengan metode pengawasan berbasis komunitas nelayan atau teknologi sederhana yang lebih murah.
“Kami meminta pemasangan VMS untuk dicabut pada kapal kecil,” tegasnya.