Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Sebut KLHS Pulau C dan D Abal-abal

Pulau Reklamasi d Teluk Jakarta

MNOL, Jakarta – Surat Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, No. 191/-079.43 tertanggal 8 Maret 2017 Perihal Undangan Konsultasi Publik mengenai KLHS Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang dilakukan pada 10 Maret 2017 di Gedung Balaikota Jakarta, membuktikan bahwa sejak dari hulu sampai hilir, proyek reklamasi Teluk dipenuhi dengan pelanggaran dan manipulasi.

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyebut surat undangan tersebut ditujukan untuk menggelar acara konsultasi publik mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pulau Reklamasi Pulau C dan D. Tujuannya, memberikan legitimasi bagi pembangunan Pulau C dan D yang membutuhkan pengesahan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Kepala Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Marthin Hadiwinata menyatakan bahwa koalisi memiliki lima alasan penolakan atas surat tersebut yang pertama, undangan diberitahukan secara tidak patut. Peserta yang mendapatkan surat undangan tersebut pada tanggal 9 Maret 2017 Pukul 19.00 malam.

“Kedua, peserta undangan tidak menerima undangan secara resmi dan tidak diberikan secara khusus kepada masing-masing undangan. Ketiga, tidak adanya kerangka acuan (term of reference), hanya jadwal agenda sehingga tidak ada kejelasan arah kegiatan. Juga tidak ada bahan materi yang akan dibahas sehingga ini merupakan cara untuk memanipulasi pembahasan yang penting,” ujar Marthin.

Selanjutnya,keempat, melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan PP No. 46 Tahun 216 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang memandatkan adanya informasi di awal sebelum memulai pembentukan KLHS.

Menurut Marthin, cara ini untuk memanipulasi partisipasi seolah-olah pihak yang mengkritisi proyek reklamasi telah diundang namun tidak hadir untuk mendelegitimasi para undangan. Kemudian yang kelima, KLHS seharusnya dilakukan sebelum suatu kebijakan, rencana dan proyek dari suatu pembangunan berjalan untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan dipenuhi.

“Hal ini merupakan kekeliruan yang disengaja karena telah banyak kajian yang menunjukkan kerusakan baik yang sudah terjadi maupun potensi yang memperburuk kualitas lingkungan hidup di Teluk Jakarta. Seharusnya tidak ada proyek reklamasi berjalan sebelum ada KLHS,” tegas dia.

Alasan keenam, penanggap seperti Ir. Hesti Nawangsidi dan Sawarendro berpotensi konflik kepentingan. Pasalnya penanggap tersebut merupakan konsultan pengerjaan proyek reklamasi yang berkepentingan agar proyek reklamasi terus berjalan.

“Seharusnya penanggap merupakan pihak yang independen dengan kepentingan ilmiah dan semata-mata untuk kepentingan lingkungan hidup bukan konsultan proyek reklamasi,” tandasnya.

Ia juga mengaku bahwa KNTI tidak pernah menerima undangan tersebut. Konsultasi publik ini cenderung manipulatif dan  merupakan masalah yang serius namun terus-menerus diulang oleh Pemprov DKI Jakarta.

“Cara ini dibuat dengan sengaja untuk menghalangi hak partisipasi dan keberatan dari publik termasuk nelayan tradisional dan perempuan nelayan di Teluk Jakarta. Sekaligus menunjukkan Pemprov DKI jakarta tidak terbuka terhadap kritik alias anti kritik,” pungkas Marthin.

Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy, menegaskan bahwa forum ini sama sekali tidak layak dinyatakan sebagai konsultasi, melainkan sosialisasi an sich.

“Sebagai kelompok yang akan terkena dampak langsung, seharusnya pemerintah memprioritaskan masyarakat pesisir, khususnya perempuan, untuk dimintai pendapatnya. Tidak hanya perlu diundang secara patut, tapi masyarakat juga harus diberikan informasi awal untuk dikritisi dengan bahasa yang bisa dimengerti,” ungkap Puspa.

Sementara itu Legal Officer KIARA, Rosiful Amirudin menyatakan bahwa forum Konsultasi Publik telah melanggar hukum. “Kegiatan Konsultasi publik ini jelas-jelas melanggar hukum karena dilakukan setelah pulau C dan D dibangun terlebih dahulu,” tegas Rosiful.

Lebih jauh, pengacara publik LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora mengajak masyarakat untuk menolak hasil forum konsultasi publik tersebut karena dinilai tidak melibatkan masyarakat pemangku kepentingan yang terkait. “Forum tersebut tidak memiliki legitimasi apapun. Karena itu harus ditolak,” kata Nelson dengan lantang.

(Anug/MN).

maritimnew

Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Share
Published by
maritimnew

Recent Posts

Bencana Alam di Agam, TJSL Pelindo Bayur Hadir

Padang (Maritimnews) - Bencana alam banjir bandang dan tanah longsor datang membawa lumpur, gelondongan batang…

3 days ago

Operasional di Common Gate NPCT 1 Beranjak Normal

Jakarta (Maritimnews) - Pasca kebakaran petikemas di lapangan New Priok Container Terminal One (NPCT 1)…

5 days ago

Gde Sumarjaya: Relokasi Kapal Non-tuna di Pelabuhan Benoa

Bali (Maritimnews) - Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mendukung upaya PT Pelabuhan…

3 weeks ago

Kemenhub Terbitkan PM 7/2024 Tentang Harmonisasi Sistem Pemeriksaan dan Sertifikasi pada Kapal Berbendera Indonesia

Jakarta (Maritimnews) - Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 7 Tahun…

3 weeks ago

Pelabuhan Sehat Petrokimia Disahkan KSOP Gresik

Gresik (Maritimnews) - Pelabuhan Petrokimia Gresik sah berpredikat sebagai pelabuhan Sehat sesuai dengan Peraturan Menteri…

3 weeks ago

Kemenhub Resmi Tutup Posko Angkutan Laut Lebaran 2024

Jakarta (Maritimnews) - Kementerian Perhubungan resmi resmi menutup Posko Angkutan Laut Lebaran Tahun 2024, Jumat…

3 weeks ago