Pena Masyarakat Tolak Perpanjangan HGB PT PKP di Pulau Sangiang
Banten (Maritimnews) – Pena Masyarakat menolak perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Pondok Kalimaya Putih (PKP) di Pulau Sangiang yang sudah jelas merugikan alam, masyarakat, dan negara. Kehadiran perusahaan itu telah menimbulkan konflik antara masyarakat dan perusahaan
“Apabila pemerintah tidak menolak perpanjangan HGB PT PKP, itu artinya pemerintah menjual kembali Pulau Sangiang kepada PT PKP. Hal tersebut pastinya akan menambah penderitaan warga Pulau Sangiang, serta membuktikan kegagalan pemerintah dalam menjamin hak dasar warga negaranya,” kata Dapid dari Pena Masyarakat Banten, kepada Maritimnews, Senin (19/6).
Pena Masyarakat merupakan komunitas yang telah lama memperjuangkan hak-hak masyarakat Pulau Sangiang yang tersisih oleh kehadiran PT Pondok Kalimaya Putih. Komunitas ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat.
Sejak Kamis (15/6) lalu, Pena Masyarakat menggelar aksi di depan kantor Gubernur dan DPRD Banten untuk menolak perpanjangan HGB tersebut.
Pulau Sangiang adalah pulau kecil penuh sejarah yang terletak di Selat Sunda, yakni antara Jawa dan Sumatra dengan luas 720 Hektar. Secara administratif, pulau ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Serang, lebih tepatnya terletak di Desa Cikoneng, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
-
Pulau Sangiang Dipenuhi Sampah, Sejumlah Relawan Galang Aksi
- Peringatan Hari Lingkungan dan Laut Sedunia, Ini Pesan Masyarakat Baduy
Pada tahun 1985 Pulau Sangiang dinyatakan sebagai Hutan Lindung melalui keputusan Menteri Kehutanan No. 122/Kpts-II/1985. Kemudian, pada tahun 1991 statusnya menjadi Cagar Alam dan kawasan perairan di sekitarnya menjadi Taman Wisata Alam melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 698/Kpts-II/1991. Pada tahun 1993 tepatnya pada tanggal 8 Februari 1993 melalui SK Menteri Kehutanan No. 55/Kpts-II/1993 kawasan Cagar Alam diubah fungsi menjadi Taman Wisata Alam.
“Keputusan tersebut menjadi awal permasalahan, karena dengan status TWA artinya pemerintah memberikan ruang kepada pihak swasta untuk mengelola Pulau Sangiang. Pada tahun yang sama pemerintah memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT. PKP (Pondok Kalimaya Putih),” lanjut Dapid.
“Sebelum terbitnya peraturan pemerintah baik itu Hutan Lindung, Cagar Alam, dan yang terakhir adalah Taman Wisata Alam, warga Pulau Sangiang merasa damai dan tenteram. Tetapi setelah keluarnya peraturan yang dibuat oleh pemerintah, warga Pulau Sangiang tidak merasakan kedamaian dan ketenteraman, hidup dalam penderitaan,” tambahnya.
Ia menuturkan bahwa dampak dari kebijakan pemerintah memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT Pondok Kalimaya Putih yaitu masyarakat diusir dari tanahnya sendiri, diintimidasi, dikriminalisasi, diusik babi hutan, serta dipaksa keluar dari pulau.
“Setelah 30 tahun, PT Pondok Kalimaya Putih tidak memberikan dampak apapun di pulau tersebut selain memberikan dampak kerusakan alam dan merampas hak warga Pulau Sangiang. Dengan adanya PT PKP tidak juga mensejahterakan kehidupan masyarakat Pulau Sangiang,” pungkasnya. (*)